Motto Aishite

~Ame no ito~

Malam semakin larut. Aku memacu sepeda Ginko dengan cepat.
Aku tak ingin berada di tempat itu lebih lama lagi.
Tidak lagi.
Setelah berjam-jam menunggu. Kenapa aku harus mendapatkan pernyataan yang seperti itu?
Baka!
Rupanya hujan kali ini juga tidak memihakku.
Aku mengayuh sepeda Ginko semakin cepat. Sangat sulit menerobos hujan dengan hanya pencahayaan lampu jalanan yang minim.
Byuuuuurrr!!!!!!
Hujan sangat deras.
Ya! Bagus sekali. Baju seragamku sudah basah sempurna juga tas beserta isinya. Ahhh!
Aku tak perduli lagi dengan semua buku catatan dan tugas yang ada di dalam sana.
Lagi!
Musim panas ku berakhir bahkan sebelum aku memulainya.

Hujan menyapu jalanan tanpa pandang bulu! menumpahkan semua airnya ke tubuh ku. Gigiku sudah mulai gemelutukan.
Dingin.
Aku mulai menggigiti bibirku sendiri.

---

“Jangan suka mengigiti bibirmu” Yoshida meraih dagu ku dan membuatnya menghentikan kebiasaan buruk ku itu.
“Nee~ tapi itu tidak mudah~” balasku.
“Pasti kau sedang memikirkan sesuatu yang rumit kan~” ceLetuknya meraih jari-jariku ringan.
“Bukan urusanmu kurasa~” tak mau melihat matanya ku menatap sepatu hitamnya.
“Hehehe kau sangat manis~” kali ini ia tersenyum dan meraih pipiku mengecupnya lembut.

Yoshida~
doushitte?*
Nani no sei?**

*kenapa?
**apa salah ku?

AKu sedang sibuk dengan pikiranku sendiri aku tak adar ketika suara kLakson mobiL melengking di belakang.
“ckkkkkkkkkkkktttttt tiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiinn!!!”
Reflek aku mengerem sepeda .
“BakA!!” teriak seorang supir dari dalam mobil.
“Gomen~” aku menundukkan kepalaku.
Mobil itu kini sudah melaju dengan meninggalkan cipratan air ke seragamku dan wajahku.
Pusing.
Kepalaku sakit sekali.

Hujan mengulas ingatanku kepadanya
Orang yang kusukai selama setahun terakhir ini.
Yoshida Kei~
---

Sudah dua minggu sejak yoshida meninggalkanku. Ia tak pernah membalas e-mail apalagi meleponku.
Apakah ia benar-benar serius memutuskanku?
Kenapa?
Padahal selama ini kami baik-baik saja.
Ia tak pernah mengatakan tidak suka padaku.
Memang~ dulu aku yang mengatakan suka kepadanya terlebih dahulu. Tapi, aku tak mengharapkan dia jadi kekasihku. Aku hanya ingin mengutarakan perasaanku.
Lalu, bukannya kamu yang sudah mengajakku jalan bersama?
Bukannya kamu yang menembakku sampai berkali-kali?
Kenapa?
Sekarang kamu pergi
disaat aku benar-benar menyukaimu.

----

“Yoshida~ tolong jelaskan kepadaku” aku menatapnya lurus. Memaksanya keluar dari kelasnya.
“Apa lagi?” keluhnya datar. Tubuh jangkungnya bersandar di pintu kelas dengan enggan. Seperti kebiasaannya, Ia men-sejajarkan tubuhnya denganku.
“Jelaskan padaku” pintaku dengan tatapan berkaca-kaca. Entah kenapa aku ingin menagis lagi ketika menatap matanya.
Yoshida terhenyak. Pupil matanya melebar. Sepertinya ia terkejut.
“Hahhh~ kamu ini memang keras kepala” ia menggaruk kepalanya pelan.
“Aku takkan pergi sebelum kau bicara jujur padaku” ancamku pada laki-laki yang memandangku itu.
“Aa souka~” Yoshida menegakkan tubuhnya. Tak berniat menjawabku ia masuk ke dalam kelasnya lagi.
“Chotto~
Yoshi~
BRAAKKK!
Seseorang menutup pintunya dengan kasar.
Hiks~
Air mataku tumpah. Aku sudah tak sanggup menahannya lagi.
Hiks hiks
Kaki ku lemas. Lututku menjongkokkan kaki ku pelan.
Hiks hiks

Yoshida~
Doushitte?