Sebuah puisi,

Untuk suami-ku

 

 

Padang ilalang kini berganti semi…

Aku yang menanti datangnya hujan…

 

termenung….

 

Belakangan ini aku jadi bayak berpikir…

 

Akankah kedewasaan itu menyertaiku?

 

Aku yang selalu tak ingin berubah ini…

Kini begitu rentan oleh banyak perubahan…

 

Aku memerlukan banyak waktu untuk berpikir…

Mungkin takkan cukup satu atau dua hari….

 

Bisa saja satu minggu….

Satu bulan….

Satu tahun….

 

Sepuluh tahun…

 

Aku tak tahu…

Kapan persisnya ia akan menyertaiku…

 

Akankah kedewasaan itu membuka tabir mimpiku?

 

Begitu banyak pertanyaan yang bermunculan dari kepalaku…

 

Tapi… bukan dari hatiku….

 

Aku…

Ingin berubah…

 

Bukan berubah,  menjadi orang lain tentunya,

 

Aku tidak menyukai banyak perubahan.

 

Aku hanya ingin berubah menjadi dewasa

 

Menjadi kupu-kupu yang cantik~

 

Mengembangkan sayapnya

Diantara harum bunga…

 

Padang ilalang di hatiku mulai bersemi…

 

Kutemui ketenangan hati dengan keegoisannya sendiri…

 

Batu itu kini mulai retak,

 

Ia tak sekokoh dulu…

 

Dan juga tidak serapuh beberapa minggu yang lalu….

 

Kuat dan rapuh…

 

Ego-ku mulai mengais-ngais di jalanan,

 

Tak ada lagi rasa kasih

 

Yang ada hanya keinginan

 

Akankah aku menjadi se’egois dirimu?

 

 

Ku selalu mencoba untuk berpikir…

Mengerti akan dirimu…

 

Aku selalu memikirkanmu,

 

Kamu dimana…

Sedang apa…

 

“Sudah tersenyumkah kau hari ini?”

 

Sudah berapa kali kah mengganti chanel televisi?

 

Itu…

kebiasaanmu…

            aku tahu…

 

dalam diamku…

Aku ingin kau selalu tersenyum walau tanpa aku…

 

Aku ingin membebaskanmu…

 

Aku ingin kamu memandang dunia bukan hanya dari sudut hatimu…

 

Aku ingin kau memandang dunia dari jendela gerbang hatimu…

 

Bukalah lebar-lebar…

Berteriaklah dengan senyumanmu…

Tebarkan cinta untuk duniamu…

 

Kau sakit?

 

Aku juga…

 

Kau rindu…?

 

Aku pun rindu…

 

Amat

Sangat….

 

Kau hancur?

 

Apalagi aku….

 

Apa yang kau tahu?

 

Apa yang tak kau ketahui?

 

Mengertikah akan semua itu?

 

Kau teriakkan semuanya dibelakang jemarimu…

 

Tapi, tak kau bisikkan satu huruf pun pada kertasku.

 

 

Semuanya…

Memang aku yang memulai…

 

Betapa sakitnya aku…

 apa kau tahu?

 

Ya… tak kau tahu pun juga lebih baik…

 

Aku ingin kau bebas…

 

Lepas dari segala ikatan-

Apa pun itu.

 

Lepas dari kurungan dunia yang kau ciptakan sendiri

Tak perlu selalu bersikap baik dihadapan ku

 

Jika ingin marah, keluarkan saja

 

Aku lebih senang kau jujur….

 

 

Ingin menamparku?

 

Lakukan saja…

Tapi jangan tampar hatiku…

 

Hatiku hanya satu,

 

Tak sekuat yang kau bayangkan

 

Tak selemah yang kau pikirkan

 

Serapuh yang kau inginkan

 

Apa yang kau tahu?

 

Apa yang aku ketahui?

 

“Aku tak mengerti apa-apa,”

 

Itu jawabanku…

 

Dan kau?

 

Apa yang sudah  kau pahami?

 

Tak ku lihat kepak sayapmu lagi

 

Semua yang kuberikan tak kau sambut lagi…

 

 

Padang ilalangku mulai bersemi di sana-sini

 

Berbunga Satu…

 

Biru…

 

Dengan latar hijau yang mewarnai setiap sudutnya….

 

 

Aku… masih sama dengan aku yang beberapa jam yang lalu

 

Aku masih setia, seperti beberapa pertemuan kita berabad yang lalu

 

Senyumku masih sama

Rona pipiku masih sama

 

Perhatianku mulai tak sama

Dan itu kau yang memulainya…

 

Ku lepaskan benang yang mengikatmu

 

Ku uraikan dengan lembut…

 

Kasih sayangku tak berubah

 

Hatiku masih sama

 

Hanya ada satu…

 biru dengan pelataran langit yang manis....

Mengertilah wahai padang ilalangku…